Lampung, korankabarnusantara.co.id – Pekan Raya Propinsi Lampung tahun 2024 yang berlangsung 22 Mei hingga 10 Juni di PKOR Way Halim, Bandar Lampung, merupakan ajang tahunan pameran dan berbagai hiburan sepertinya hanya dinikmati oleh elit menengah keatas, pasalnya banyak warga mengeluh dan para pedagang lapakpun menjerit.
Keluhan warga dan menjeritnya para pedagang lapak karena harga tiket masuk Rp 50.000,- pada Senin, (27/5/2024). Mahalnya tiket pada Senin ini dikarenakan ada hiburan dari artis Trisuaka, yang sudah terpampang dipintu masuk.
Mahalnya tiket ini pun dikeluhkan dan berdampak pula yang dirasakan pedagang baik para pedagang mainan hingga kuliner yang menempati lapak kecil, dengan harga lapak 1,5 juta rupiah hingga lapak 6 juta rupiah, bahkan ada yang hingga Rp 10.000.000 jutaan lebih.
Salah satu lapak mainan anak dan kuliner mengeluhkan, dihari yang tidak ada hiburan harga tiket masuk Rp. 20.000,- saja sepi apa lagi ini harga tiket masuk Rp 50.000. “Bayangkan kalau satu keluarga terdiri dari 3 anak saja, tiket sudah Rp 250.000. belum parkir 20 ribu untuk kendaraan roda 4” ujar para pedagang lapak yang enggan disebutkan namanya.
Pedagang kecil seperti lapak casing Hp harus mengeluarkan modal untuk stand hingga Rp 2 juta. Belum lagi penjaga stand yang enggan namanya disebutkan, kami penjaga lapak yang lapaknya menyewa hingga jutaan hanya di beri free keluar masuk gratis satu kali, bayangkan jika kami harus ambil tambahan dagangan atau ada keperluan hendak keluar masuk harus bayar. Ujarnya dengan nada memelas.
Sementara satu keluarga yang niat hendak masuk ke lokasi pekan raya harus balik kanan, dikarenakan mahalnya harga tiket, “Katanya hiburan rakyat, tapi harga tiket melambung, gimana masyarakat akan tahu perkembangan kabupaten kota melalui anjungan yang ada” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Menyikapi Pelaksanaan Pekan Raya Propinsi Lampung tahun 2024, Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi dan Hukum (MPDH), Jupri, menyoroti dengan tajam, menurut Jupri, Pekan Raya Propinsi Lampung tahun 2024 bukan pesta rakyat namun ajang bisnis, tidak mengedepankan ekonomi kerakyatan, berdasarkan
dari keluhan warga tentang tiket masuk yang tinggi dan para pedagang yang harus membayar lapak hingga jutaan rupiah.
Perkembangan pembangunan yang di usung masing-masing kabupaten kota pun dari tahun ketahun tidak ada perbedaan kemajuan yang signifikan,
Jupri sangat menyayangkan ajang tahunan yang bersumber dari keuangan daerah, seharusnya bisa dinikmati rakyat di Propinsi Lampung sebagai ajang Pesta Rakyat, agar rakyat di Propinsi Lampung bisa menikmati, dan melihat perkembanngan pembangunan melalui pameran di masing-masing anjungan, ujar Jupri. Hingga berita ini diturunkan Ketua Pelaksana Pekan Raya belum bisa terkonfirnasi. (doy)