Jakarta, korankabarnusantara.co.id – Entahlah, nama itu demikian familiar melekat sebagai sosok yang mudah kita kenali, karena boleh jadi popularitasnya melebihi seperti seorang pesohor ternama di negeri ini. Magnet itu identik dengan pencak silat, bernama Bapak Mayjen TNI (Purn). Dr. (HC). H. Eddie Mardjoeki Nalapraya, biasa akrab dengan sapaan Pak Eddie atau Babe Eddie, mempresentasikan seorang tokoh kharismatik, egaliter yang kental dengan budaya tempat kelahirannya, Tanjung Priok, Jakarta. 6 Juni 1931
Kebanggaan atau penghormatannya yang tinggi pada nilai nilai budaya dan tradisi, sebagai putra Betawi asli, Pak Eddie membangun komunikasi tanpa jarak, berseloroh atau bercanda yang tujuannya menghibur atau mengkrik dengan cara yang lucu, namun demikian tetap penuh dengan makna. Pun, mengekspresikan kebersehajaannya dengan selalu tampil berbusana Baju Pangsi atau Baju Jawara, seperti layaknya seorang pendekar pencak silat, terkadang sekali waktu mengenakan Baju Sadaria, biasanya untuk kegiatan yang bersifat formal.
Prestasinya sebagai tokoh militer dan birokrat sejati serta latar belakang budayanya, telah membentuk kombinasi model kepeminpinan yang khas saat menjadi Ketum PB. IPSI dan Presiden PERSILAT maupun sebagai pimpinan organisasi masyarakat lainnya. Sosok Pak Eddie yang berwibawa, tegas, disiplin, humanis dan humoris serta pemimpin dengan model gaya layanan “Servant leader,” telah membuktikan keunggulannya secara signifikan pesatnya perkembangan pencak silat, tidak hanya di Indonesia tapi juga di manca negara.
Memperkenalkan pencak silat sebagai warisan budaya bangsa yang harus dilestarikan dan dikembangkan, serta agar dapat dipertandingkan secara resmi di tingkat nasional sebagai cabang olahraga, merupakan upaya perintisan PB. IPSI era Mr. Wongsonegoro, dan H. Tjokropranolo.
Kemudian di era H. Eddie M Nalapraya, sebagai Ketua Umum PB. IPSI ketiga (1981 – 2003), suatu era yang sangat menentukan bagi pemajuan pencak silat, karena Pak Eddie berkeinginan melakukan transformasi dan modernisasi agar pencak silat mengglobal, berkembang di manca negara dan dapat dipertandingkan hingga ke jenjang internasional.
Fakta saat itu, ekspektasinya masih dihadapkan pada pelbagai masalah internal organisasi, sepertl egosentris perguruan, stigma yang melekat bahwa Pucuk dicinta ulampun tiba, mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang diharapkan. Hal itu karena Presiden Soeharto menyatakan kesediaannya sebagai Pembina Utama Pencak Silat Indonesia, suatu prestasi dan prestise tersendiri buat seorang Pak Eddie yang pernah bertugas sebagai pengawal pribadi Presiden RI kedua tersebut.
Dukungan nyata itu diperkuat oleh abeberapa tokoh maupun pengusaha yang peduli dengan pencak silat, diantaranya Prabowo Subianto, Bambang Trihatmodjo, Rosano Barack dan Rachmat Gobel. Bersama mereka Pak Eddie mengepakan sayapnya, terbang tinggi menggapai mimpi untuk pemajuan pencak silat.
Sembari melakukan kerja penataan dan konsolidasi organisasi dengan memperkuat basis program pelestarian dan pengembangan di Indonesia, gencarnya upaya promosi dan ldiplomadi budaya pencak silat di manca negara, diprioritaskan melalui aksi program pengiriman duta budaya, workshop, seminar dan penataran pelatih, wasit – juri, termasuk dukungan penyelenggaraan event internasional seperti Kejuaraan Dunia dan Eropa.
Fakta tersebut, bahwa seorang Pak Eddie telah melakukan suatu perubahan paradigma, pencak silat yang dahulunya dianggap sebagai produk budaya marjinal, kini telah mengalami transformasi, semakin mendapatkan pengakuan dan popularitas sebagai bagian dari budaya utama “mainstream”.
Hai ini ditandai dengan adanya pengakuan Tradisi Pencak Silat Sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Pencak silat menjadi pilihan jalan hidup “way of life”, merasa selaras dengan hati nurani Pak Eddie, karena mengajarkan tentang kerja keras, kegigihan, ketangguhan dan tidak mudah patah semangat untuk mencapai yang diinginkan atau diharapkannya.
Hal ini dibuktikan saat program pengajuan pencak silat ke UNESCO, prosesnya panjang, rumit, membutukan waktu dan energi serta melelahkan, karena memang UNESCO menetapkan prosedur dan kriteria ketat untuk negara negara yang mengajukanya.
Meski telah lanjut usia, spirit Pak Eddie mampu menginisiasi diakuinya pencak silat oleh UNESCO, ditetapkan di Bogota, Kolombia pada 12 Desember 2019. Momentum tersebut menegaskan bahwa pencak silat sebagai budaya lokal telah mengglobal, menembus dunia dan menembus ruang dan waktu. Maknanya, pencak silat adalah warisan budaya Indonesia, memiliki sejarah panjang, merepresentasikan nilai nilai nilai budaya yang terus menerus hidup dan berkembang hingga sekarang, tidak saja di Indonesia tapi meluas ke berbagai belahan dunia lainnya.
Pak Eddie sebagai tokoh militer dan birokrat serta tokoh olahraga, tentu karena prestasi dan jasanya banyak menerima atau mendapatkan berbagai penghargaan, namun penghargaan yang monumental dan bernas adalah sebagai Bapak Pencak Silat Dunia, layaknya seorang legenda yang berperan besar dalam mengembangkan pencak silat di Indonesia dan mempopulerkanya hingga ke tingkat dunia.
Sosok H. Eddie M Nalapraya, memiliki tingkat keunggulan dalam pengabdiannya memajukan pencak silat sangat luar biasa, setara dengan legenda Gichin Funakoshi, Bapak Karate Dunia atau Bapak Karate modern, dan legenda Choi Hong-hi, Bapak Taekwondo Dunia Kiprahnya memperkuat silaturahmi dan persaudaraan melalui pencak silat terus berlanjut, berjuang tanpa pamrih, meski telah lanjut usia dan sakit tak pernah dikeluhkannya.
Pencak silat bukan melulu soal beladiri saja, tapi juga soal warisan budaya yang mengimplementasikan nilai nilai luhur untuk pembentukan karakter dan moralitas. Oleh karena itu, pencak silat harus mengutamakan tujuan silaturahmi atau kemanusiaan, seperti penghormatan dan penghargaan atas sesama. Demikian, Pak Eddie memaknai jalan hidup melalui pergumulannya dengan pencak silat.
Jalan hidup itu telah membentuk jati diri seorang Pak Eddie dalam atmosfer spritualitas dan religiusitas menuju kehidupan yang hakiki, kehidupan setelah kematian. Tepatnya, Selasa pagi hari, 13 Mei 2025, di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta, H. Eddie Mardjoeki Nalapraya telah berpulang, meninggal dunia dalam usia 93 tahun, disemayamkan di Padepokan Pencak Silat TMII. Presiden Prabowo Subianto, yang juga Ketua Umum PB. IPSI keempat dan Presiden PERSILAT, hadir melayat untuk memberi penghormatan terakhinya, sebelum di makamkan di Taman Pahlawan Kalibata.
Prabowo Subianto dan Eddie M Nalalapra, memiliki qhubungan emosional, sebagai guru, sahabat, mitra kerja, karena keduanya terlibat langsung cukup lama dalam upaya pelestarian dan pengembangan pencak silat yang berkelanjutan, visioner, melakukan pembaharuan untuk pemajuan pencak silat. Kehilangan Bapak Pencak Silat Dunia mnenguatkan motivasi seorang Prabowo Subianto, agar pencak silat dapat dipertandingkan di ajang Olimpiade.
Kini, kepak sayap sang legenda pencak silat terbang makin tinggi, menembus ruang dan waktu, menemui Sang Khaliknya. Selamat jalan Pak Eddie, Salam Pencak Silat.
(Wahdat. MY/Pegiat Pencak Silat)