Jakarta, korankabarnusantara.co.id – Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pada 26 Juli, guna menjawab sejumlah tantangan kesehatan, khususnya terkait kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam pangan.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap isu kesehatan global dan nasional, seperti diabetes, yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia dan dunia. Menurut Kementerian Kesehatan, diabetes serta penyakit turunannya, seperti penyakit jantung dan stroke, menjadi beban terbesar dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada 2021, biaya JKN tertinggi berasal dari gangguan jantung sebesar Rp 8,7 triliun, dan stroke sebesar Rp 2,2 triliun.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa pengesahan PP ini merupakan salah satu langkah dari transformasi kesehatan guna membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif.
“Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri,” ujar Menkes Budi, Kamis (1/8/24).
PP tersebut menetapkan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dengan mempertimbangkan kajian risiko serta standar internasional. Pasal 194 ayat 4 menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, dalam Pasal 195 ayat 1, disebutkan bahwa orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, wajib memenuhi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak serta mencantumkan label gizi, termasuk kandungan GGL pada kemasan untuk pangan olahan atau pada media informasi untuk pangan olahan siap saji.
Dalam Pasal yang sama, ayat 2, disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak, dilarang melakukan iklan, promosi, dan sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu.
Selain itu, ada larangan untuk melakukan penjualan atau peredaran pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak pada kawasan tertentu.
Pada ayat 4, disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji, dibatasi dan/atau dilarang menggunakan zat atau bahan yang berisiko menimbulkan penyakit tidak menular.
Sejumlah sanksi yang ditetapkan apabila tidak memenuhi ketentuan tersebut antara lain peringatan tertulis, denda, penghentian sementara dari kegiatan produksi, hingga pencabutan izin usaha.
(Fjr)